sebelum membahas tentang bagaimana pandangan hidup mempengaruhi kehidupan, mari kita simak cuplikan artikel berikut (dari id.wikipedia.org)
"Teori Darwin telah memasuki benak Hitler, bahkan meresap sampai ke tulang sumsum. Hal ini amat terasa dalam bukunya Mein Kampf (Perjuanganku). Ia menyamakan ras non-Eropa sebagai kera."
"Tak lama setelah berkuasa, Hitler menerapkan teori itu dengan tangan besi. Orang-orang lemah mental, cacat, dan berpenyakit keturunan dikumpulkan dalam ‘pusat sterilisasi’ khusus. Karena dianggap parasit yang mengancam kemurnian rakyat Jerman dan menghambat kemajuan evolusi, maka atas perintah rahasianya, dalam waktu singkat mereka semua dibabat habis."
"Masih dalam eforia teori evolusi dan egenika, Nazi menghimbau muda-mudi berambut pirang bermata biru yang diyakini mewakili ras murni Jerman supaya berhubungan seks tanpa harus menikah. Pada 1935, Hitler memerintahkan didirikannya ladang-ladang khusus reproduksi manusia. Di dalamnya tinggal para wanita muda yang memiliki ras Arya. Para perwira SS (Schutzstaffel) sering mampir ke sana untuk berbuat mesum dengan dalih egenika. Para bayi yang lahir kemudian disiapkan menjadi prajurit masa depan ‘Imperium Jerman’."
sehubungan dengan pandangan hidup, pelajaran apa yang dapat kita ambil dari cuplikan artikel di atas? ketika Hitler berpandangan bahwa ras Arya Jerman adalah ras terbaik, dan manusia di luar ras tersebut dianggap kera, maka Hitler menerapkan pandangan hidup nya itu ke dalam dunia nyata, atau ke dalam kehidupannya. Pandangan hidup Hitler benar-benar menjadi tumpuan kehidupan Hitler. Lalu apa yang salah? Tidak ada yang salah. Tergantung dari mana kita memandangnya, dan bagaimana pandangan hidup kita.
Setiap orang di dunia pasti memiliki pandangan hidup. Apalagi bagi orang-orang yang memiliki cita-cita. Saya katakan disini 'bagi orang-orang yang memiliki cita-cita', karena pada dasarnya tidak semua orang memiliki cita-cita. atau belum memiliki cita-cita. Cita-cita adalah salah satu faktor terkuat seseorang menentukan pandangan hidupnya. Sewaktu saya SMP dulu, saya mempunyai teman yang bercita-cita ingin menjadi Presiden. ketika SMK, kebetulan kami satu sekolah lagi, dan ketika saya tanya, apa cita-citanya, dia akan menjawab dengan mantap 'saya inginm menjadi Presiden', dan sekarang pun saya yakin jawaban teman saya ini akan tetap sama. Cita-citanya menjadi seorang Presiden, telah mempengaruhi bagaimana teman saya ini memandang kehidupannya. Bahwa negara adalah yang utama dan pertama. Berbeda denga teman saya yang lain. teman saya ini sangat sangat sangat agamis. sehingga apapun yang ada di sekitarnya, akan dipandang menurut kacamata agama. Nah, serunya adalah ketika kedua teman saya ini berdebat tentang permasalahan-permasalahan di negara ini, pasti tidak akan bertemu satu penyelesaian. Misalnya, ketika ada pertanyaan, 'Rokok itu membahayakan kesehatan manusia. Tapi ada jutaan orang bergantung pada industri rokok. Bagaimana Anda memandangnya?', maka teman saya yang ingin jadi Presiden akan menjawab, 'ada dua opsi. pertama, kita bangun pabrik baru non rokok, baru setelah semua tenaga kerja terserap, pabrik rokok ditutup. opsi kedua, biarlah pabrik rokok berdiri, toh pilihan tetap ada di tangan konsumen, untuk membeli atau tidak'. sedangkan teman saya yang agamis, akan dengan tegas menjawab 'tutup pabrik rokok sekarang juga. Masalah jutaan karyawan, serahkan pada Allah. Karena Allah akan memberi rezeki kepada manusia, dari jalur yang tidak disangka-sangka'.
Dari cerita dii atas, bagaimana menurut Anda?? siapa yang benar?? apakah teman saya yang negarawan atau yang agamis? Pandangan mana yang akan Anda pilih? menurut kacamata negara atau agama? Saya pribadi mengatakan, tidak ada yang salah. dan keduanya benar. kenapa? karena mereka berdua yakin akan apa yang mereka perjuangkan. Mereka berdua yakin pada pandangan hidup mereka. Sehingga wajar kalau apa yang mereka utarakan sejalan dengan apa yang mereka yakini sebagai pandangan hidup mereka.
Hal ini juga berlaku bagi pemeluk agama. agama Islam misalnya mengakui kalau Nabi Isa adalah salah satu Nabi besar yang wajib dihormati. Sementara umat Nasrani memandang Nabi Isa sebagai Tuhan. Di dalam Islam, apa yang dilakukan umat Nasrani tentu saja salah. Begitu juga dengan umat Nasrani pasti menganggap apa yang diyakini umat Islam juga salah. Tapi apa boleh kita menyalahkan keduanya? atau membenarkan keduanya? Untuk itulah Allah berfirman 'agamaku adalah agamaku. agamamu adalah agamamu. aku tidak menyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pula menyembah apa yang aku sembah'. dari ayat ini jelas, bahwa kita tidak boleh membandingkan pandangan hidup Pandawa dan Kurawa, Yudistira dan Dursasana, Sri Rama dan Rahwana. Karena setiap orang bebas memilih pandangan hidup masing-masing. Tugas kita hanyalah untuk menghormati perbedaan masing-masing.
"Teori Darwin telah memasuki benak Hitler, bahkan meresap sampai ke tulang sumsum. Hal ini amat terasa dalam bukunya Mein Kampf (Perjuanganku). Ia menyamakan ras non-Eropa sebagai kera."
"Tak lama setelah berkuasa, Hitler menerapkan teori itu dengan tangan besi. Orang-orang lemah mental, cacat, dan berpenyakit keturunan dikumpulkan dalam ‘pusat sterilisasi’ khusus. Karena dianggap parasit yang mengancam kemurnian rakyat Jerman dan menghambat kemajuan evolusi, maka atas perintah rahasianya, dalam waktu singkat mereka semua dibabat habis."
"Masih dalam eforia teori evolusi dan egenika, Nazi menghimbau muda-mudi berambut pirang bermata biru yang diyakini mewakili ras murni Jerman supaya berhubungan seks tanpa harus menikah. Pada 1935, Hitler memerintahkan didirikannya ladang-ladang khusus reproduksi manusia. Di dalamnya tinggal para wanita muda yang memiliki ras Arya. Para perwira SS (Schutzstaffel) sering mampir ke sana untuk berbuat mesum dengan dalih egenika. Para bayi yang lahir kemudian disiapkan menjadi prajurit masa depan ‘Imperium Jerman’."
sehubungan dengan pandangan hidup, pelajaran apa yang dapat kita ambil dari cuplikan artikel di atas? ketika Hitler berpandangan bahwa ras Arya Jerman adalah ras terbaik, dan manusia di luar ras tersebut dianggap kera, maka Hitler menerapkan pandangan hidup nya itu ke dalam dunia nyata, atau ke dalam kehidupannya. Pandangan hidup Hitler benar-benar menjadi tumpuan kehidupan Hitler. Lalu apa yang salah? Tidak ada yang salah. Tergantung dari mana kita memandangnya, dan bagaimana pandangan hidup kita.
Setiap orang di dunia pasti memiliki pandangan hidup. Apalagi bagi orang-orang yang memiliki cita-cita. Saya katakan disini 'bagi orang-orang yang memiliki cita-cita', karena pada dasarnya tidak semua orang memiliki cita-cita. atau belum memiliki cita-cita. Cita-cita adalah salah satu faktor terkuat seseorang menentukan pandangan hidupnya. Sewaktu saya SMP dulu, saya mempunyai teman yang bercita-cita ingin menjadi Presiden. ketika SMK, kebetulan kami satu sekolah lagi, dan ketika saya tanya, apa cita-citanya, dia akan menjawab dengan mantap 'saya inginm menjadi Presiden', dan sekarang pun saya yakin jawaban teman saya ini akan tetap sama. Cita-citanya menjadi seorang Presiden, telah mempengaruhi bagaimana teman saya ini memandang kehidupannya. Bahwa negara adalah yang utama dan pertama. Berbeda denga teman saya yang lain. teman saya ini sangat sangat sangat agamis. sehingga apapun yang ada di sekitarnya, akan dipandang menurut kacamata agama. Nah, serunya adalah ketika kedua teman saya ini berdebat tentang permasalahan-permasalahan di negara ini, pasti tidak akan bertemu satu penyelesaian. Misalnya, ketika ada pertanyaan, 'Rokok itu membahayakan kesehatan manusia. Tapi ada jutaan orang bergantung pada industri rokok. Bagaimana Anda memandangnya?', maka teman saya yang ingin jadi Presiden akan menjawab, 'ada dua opsi. pertama, kita bangun pabrik baru non rokok, baru setelah semua tenaga kerja terserap, pabrik rokok ditutup. opsi kedua, biarlah pabrik rokok berdiri, toh pilihan tetap ada di tangan konsumen, untuk membeli atau tidak'. sedangkan teman saya yang agamis, akan dengan tegas menjawab 'tutup pabrik rokok sekarang juga. Masalah jutaan karyawan, serahkan pada Allah. Karena Allah akan memberi rezeki kepada manusia, dari jalur yang tidak disangka-sangka'.
Dari cerita dii atas, bagaimana menurut Anda?? siapa yang benar?? apakah teman saya yang negarawan atau yang agamis? Pandangan mana yang akan Anda pilih? menurut kacamata negara atau agama? Saya pribadi mengatakan, tidak ada yang salah. dan keduanya benar. kenapa? karena mereka berdua yakin akan apa yang mereka perjuangkan. Mereka berdua yakin pada pandangan hidup mereka. Sehingga wajar kalau apa yang mereka utarakan sejalan dengan apa yang mereka yakini sebagai pandangan hidup mereka.
Hal ini juga berlaku bagi pemeluk agama. agama Islam misalnya mengakui kalau Nabi Isa adalah salah satu Nabi besar yang wajib dihormati. Sementara umat Nasrani memandang Nabi Isa sebagai Tuhan. Di dalam Islam, apa yang dilakukan umat Nasrani tentu saja salah. Begitu juga dengan umat Nasrani pasti menganggap apa yang diyakini umat Islam juga salah. Tapi apa boleh kita menyalahkan keduanya? atau membenarkan keduanya? Untuk itulah Allah berfirman 'agamaku adalah agamaku. agamamu adalah agamamu. aku tidak menyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pula menyembah apa yang aku sembah'. dari ayat ini jelas, bahwa kita tidak boleh membandingkan pandangan hidup Pandawa dan Kurawa, Yudistira dan Dursasana, Sri Rama dan Rahwana. Karena setiap orang bebas memilih pandangan hidup masing-masing. Tugas kita hanyalah untuk menghormati perbedaan masing-masing.
No comments:
Post a Comment