::: tunjukilah kami jalan yg lurus [QS 1:6] :::

5 Hal Pengingat Kebersamaan Kita

Ada kalanya momen-momen terjadi dan menjadi pengingat kerbersamaan kita. Entah momen bahagia, sedih, dan ataupun penuh perjuangan.

1. Curi-curi Kesempatan ke Taman Mini

Ini adalah satu momen sebelum menikah yang layak dikenang. Kita sama sekali awam satu sama lain. Baru kenal beberapa minggu dan dihadapkan pada keputusan "akan" menikah dua bulan ke depan. Jujur, cukup berat. Tapi entah kenapa, waktu itu mengalir saja. Mungkin sudah jalannya, sudah takdirnya.

Aku inget kamu ngambek di malam harinya. Entah karena apa. Dan karena aku tak mau ini berlarut-larut, kita izin kerja dan pergi berdua tanpa tujuan. Lalu sampailah kita di Taman Mini. Tidak berusaha menyelesaikan masalah yang semalem terjadi, tapi hanya bersenang-senang bersama disana. Dan diluar dugaan, aku jadi "mengenal" mu. Dengan sifat-sifat dan karaktermu yang selama ini tertutupi oleh "ingin terlihat sempurna".

2. Dieng dan Yogyakarta

Setelah menikah kamu kebingungan. Diajak ke Bali ga mau, ke Lombok ga mau, ke Belitung ga mau, ke Karimun ga mau. Dan akhirnya dengan nekat saja aku tawarkan Dieng buat kamu. Dengan transportasi dan akomodasi yang "seadanya". Karena memang ga banyak pilihan. Kereta ekonomi sampe Purwokerto, Bus Kaleng sampe Wonosobo, dan mobil elf sampe Dieng. Bawa tas keril alih-alih koper. Nginep di penginepan seadanya, dan bukan hotel. Dan anehnya kamu mau. Dan, di luar dugaanku, kita menikmatinya. Subuh-subuh ke Sikunir, mampir ke Sikidang, foto-foto di Bukit Pandang, makan mie ongklok, dan menenangkan diri di Komplek Candi. Semuanya menyenangkan.

Dan kita ingin mengulangi cerita bahagia itu lagi tiga bulan kemudian di tempat yang menurut kita lebih asyik, Yogya. Tentu dengan akomodasi yang lebih wah, dengan harapan ini akan menjadi lebih indah dari Dieng. Kereta eksekutif, hotel yang "mahal", dan sebagainya. Tapi ternyata kita tidak sebahagia di Dieng. Bahkan kita sempat berseteru panjang saat di Yogya. And see, ternyata bukan masalah uang. Masalahnya adalah perasaan kita berdua.

3. Jajan Sepulang Kerja

Sebelum ada Sasa, jajan sepulang kerja sudah menjadi aktifitas sehari-hari kita. Nyobain tempat makan baru, hunting berbagai jenis mie ramen, sampe muter-muter cari mendoan. Waktu itu terasa biasa saja. Tapi ternyata, setelah punya anak, dan apalagi covid, aktifitas simple itu ternyata cukup ngangenin. Saat ini, kesempatan tak lagi mengizinkan kita untuk jalan berdua saja, menikmati segelas es teh berdua di kala senja.

4. Perjuangan Hamil dan Melahirkan Sasa

Sabrina Azzahra Sakhi, anak pertama kita yang sudah dinantikan hampir setahun. Kita tahu ini adalah sumber kebahagiaan, yang harus dilalui dengan perjuangan. Akan tetapi kita tak pernah menduga bahwa perjuangannya seberat itu. Kata Sabrina sendiri terinsipirasi dari kata "sabar" yang menjadi pengingat kita tentang bagaimana kita harus berjuang dan tentu bersabar saat hamil, melahirkan, dan kemudian merawatnya.

Aku tak akan lupa saat pertama kali periksa ke dokter dengan rona bahagia akan kehadiran seorang anak di rahim mu. Tapi kemudian kebahagiaan itu berubah menjadi kesedihan, karena dokter menyatakan kehamilanmu di luar kandungan dan kemungkinan harus digugurkan. Tapi untung kita berpindah ke dokter Yudianto, sebagai second opinion, dan beliau membesarkan hati kita, dengan mengatakan, "di usia 2 minggu seperti ini belum ada yang bisa dicek. Datang lagi bulan depan". Dan benar saja, setelah sebulan semuanya normal.

Tapi perjuangan tak berhenti. Kamu drop. Tidak mau makan. Defisiensi Vitamin D. AutoImun. HB Drop. Dan setelah melahirkan, kamu mengalami Baby Blues. Semuanya berat. Dan untuk itu kita harus bersabar, demi Sabrina.

5. Perjuangan Hamil dan Melahirkan Sakha

Pun Sakha tak kalah berat. Meskipun tidak sedramatis Sasa, tapi kehamilan Sakha di luar rencana kita. Pun, kamu hamil saat masih harus mengurus Sasa yang baru berumur 2 tahun. Kita sulit menerima nya, tapi tak lama kita pun mengikhlaskannya. Anak adalah anugrah.

Dan tak kalah dengan Sasa, perjuangan saat hamil pun tak kalah beratnya. Kamu tak mau makan. Hanya mau makan jika aku yang nyuapin. Vitamin D rendah, meski tidak sampe AutoImun. Tapi yang berat adalah kamu harus mengalami dua kali pendarahan, harus opname, dan ada opsi untuk dilahirkan lebih cepat. Tapi kamu berjuang semaksimal mungkin agar semua berjalan normal. Dan usahamu berhasil. Sakha lahir dengan sehat pada usia yang seharusnya. Semua ketakutan sirna, semua perjuangan terbayar lunas. Kita memberinya nama Fakih, karena kita lebih paham, bagaimana menghadapi semua ini, lebih paham makna menjadi orang tua, lebih paham bagaimana menerima takdir Tuhan.

5 Hal Yang Menyatukan Kita

Dari berbagai perbedaan yang ada, ada hal-hal yang telah dan mampu menyatukan kita. Tidak harus persamaan sifat dan karakter, karena akan sangat susah mencarinya. 

1. Allah dan berkah Cinta-Nya

Tidak mungkin kalau ini bukan karena Allah. Allah sudah menakdirkan kita bertemu dan kemudian bersama, maka aku yakin Allah pulalah yang akan menjaganya. Cinta adalah alat Allah untuk memungkinkan dua sifat yang berbeda ini bisa menyatu.

Jujur, di awal-awal pernikahan aku sempat berfikir mungkin kita tidak berjodoh, karena hampir setiap hari ada masalah dan pertengkaran. Akan tetapi aku selalu berfikir Allah. Allah yang menyatukan kita, dan pasti ada kebaikan di dalamnya. Dan karenanya kita bisa bertahan. Aku harus berbangga dengan ini karena banyak yang tidak bisa bertahan di awal-awal pernikahan karena perbedaan dan ketidakcocokan. Tapi kita bertahan karena kita percaya takdir Allah.

Dan kemudian Allah menambahkan rasa cinta itu setiap saat, hingga lima tahun ini kita bersama dalam bahagia.

2. Gunadarma

Tidak bisa tidak, Universitas Gunadarma adalah salah satu hal yang menyatukan kita, dulu, sekarang, dan nanti. Kamu alumni Gunadarma, aku pun demikian. Kita tidak saling kenal hingga lulus dan lalu dikenalkan oleh seorang teman yang juga Gunadarma. Aku sangat hormat dengan Bu Metty dan Pak Irwan yang merupakan pembimbing skrisi dan pembuka jalanku mengajar di Gunadarma, dan ternyata beliau pulalah yang telah membantu menyelesaikan S2 mu. Kamu menjadi dosen Gunadarma dan aku pun mengikuti di belakangmu. Saat ini dan esok kita sama-sama mengabdi dan berkarir di Gunadarma, menjalani setiap prosesnya bersama-sama, dan akan menikmatinya bersama-sama.

3. Visi Mendidik

Aku suka dengan dunia pendidikan, dan begitu pula kamu. Jika dalam perbedaan yang ada, sulit sekali untuk bisa sekedar "ngobrol" topik yang kita suka, maka dunia pendidikan adalah jalan keluarnya.

Aku suka ngomongin badminton dan bola, kamu tidak. Kamu suka ngebahas Lesti-Bilar, aku ogah. Aku suka ngomongin dunia investasi, bagimu itu melelahkan. Kamu suka ngomongin makanan, aku makan apa aja oke. Tapi kalo soal pendidikan dan terutama dosen, maka kita nyambung. Dan mungkin inilah satu-satunya topik yang menyatukan kita.

4. Sasa dan Sakha

Anak tak bisa tidak adalah perekat dan penyelamat kita. Kita sering berdebat tentang berbagai hal dan ketika sudah mulai menegang, Sasa akan bilang "Ayah, Mama, jangan berantem ngomong". Dan seketika kita terdiam. Dan menyadari kalau kita berdua salah. Kita kadang bertengkar untuk alasan tertentu, tapi kemudian Sakha menangis dan kita lupa dengan masalah kita dan fokus pada Sakha.

Dan ketika Sasa ada dan kemudian Sakha menyusul kemudian, banyak hal berubah tentang kita. Visi tak lagi hanya tentang kita, tapi juga tentang anak-anak kita. Dan itu menjadi satu tali pengikat tersendiri yang akhirnya menambah kesatuan kita.

5. Komitmen

Aku yakin, dulu kamu tak benar-benar mencintaiku, begitupun aku. Tapi kita tetap bersama karena satu hal, komitmen penikahan, komitmen untuk bersama. Meskipun berat, tapi komitmen lah yang menyatukan dan menyelematkan kita. Dan aku yakin komitmen itu masih dan akan terus ada menjadi tiang yang akan menjaga kokohnya keluarga kita.

5 Hal Perbedaan Kita

Bagi sebagian orang, perbedaan adalah masalah, terutama di dalam keluarga. Tapi aku dan kamu berbeda. Kami berbeda, bahkan hampir untuk semua hal. Prinsip hidup, background, sampe pilihan makanan pun tak pernah sama. Tapi apakah itu masalah ?

1. Background Keluarga dan Sosial

Satu hal yang paling mencolok antara kita adalah background keluarga dan kehidupan sosial. Keluargamu sangat menjaga "nama keluarga" sehingga satu hal kecil yang bisa menciderai "nama keluarga" akan mati-matian dibela. Sedangkan keluargaku bodo amat dengan "nama keluarga", sehingga mau digosipkan seperti apapun, kita tak pernah ambil pusing.
Keduanya, tak ada yang lebih baik, ataupun lebih buruk. Hanya saja berbeda.

Kamu takut memulai, karena keluargamu mengedepankan persiapan. Everything must be prepared well atau tidak sama sekali. Sehingga kadang kamu pun tak pernah memulai apapun. Aku dari keluarga yang penting mulai. Segala hal yang lain bisa mengikuti. Sehingga aku berani memulai walaupun banyak pula kegagalan disana.
Keduanya, tak ada yang lebih baik, ataupun lebih buruk. Hanya saja berbeda.

Perbedaan ini kadang jadi masalah, tapi kadang adalah ladang untuk lebih memahami satu sama lain, melihat dari kacamata yang berbeda.

2. Luas vs Mendalam

Dalam mengambil keputusan, aku akan mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya dan mencoba melihat sesuatu dari berbagai sudut pandang, termasuk memikirkan apa konsekuensi dari keputusan ini. Sehingga, keputusan yang diambil biasanya harus terus diikuti dan ditindalanjuti.

Sedangkan kamu akan fokus pada permasalahan dan akan menggali informasi sedalam-dalamnya hingga kamu akan benar-benar menguasai masalah tersebut. Sehingga kadang kamu lupa memikirkan ada hal lain yang saling berkaitan.

Saat ini Sasa, anak kita sedang di masa Golden Age, masa keemasan untuk belajar. Aku akan mengajari Sasa segala hal : menggambar, mewarnai, berhitung, membaca, sampai bagaimana bersosial dengan orang lain. Sehingga dia tahu semuanya, tapi tidak mendalam. Tapi kamu, setelah lewat berminggu-minggu masih fokus mengajari Sasa membedakan warna, karena dia belum "lulus" menebak warna biru dan hijau.

3. Bersih vs Rapi

Aku adalah orang yang paling tidak suka dengan ketidakrapihan, tapi akan mentolerir kebersihan. Sehingga kau tak akan menemukan buku-buku ku berantakan, semuanya tertata rapi meskipun debu sudah menebal.

Kamu adalah orang yang sama sekali tidak rapi, tapi sangat care dengan kebersihan. Sehingga, mungkin kamar kita berantakan, tapi semuanya dijamin bersih.

Kadang ini menyebalkan. Aku sudah merapikan meja belajar serapi mungkin, tapi nanti kamu akan marah-marah karena kesulitan menemukan barang-barangmu. Dan kau akan membuat segalanya berantakan lagi.

Tapi kadang kami juga saling melengkapi. Buku-buku kami tak hanya rapi, tapi juga bersih. Piring-piring tak hanya bersih, tapi juga rapi.

4. Berani vs Waspada

Aku cenderung berani memulai sesuatu, sedangkan kamu tidak. Tapi terkadang aku terlalu berani dan tidak peduli dengan konsekuensi, dan kamu lah penyelamatnya.

Kadang kamu terlalu takut untuk memulai, sehingga aku khawatir dengan masa depanmu dan keluarga kita. Maka, aku akan ada disana untuk meyakinkanmu bahwa semuanya akan baik-baik saja.

5. Keju vs Coklat

Keju dan coklat hanya simbol, tapi yang jelas dalam hal makanan, hampir semuanya kita berbeda. Tapi toh, itu tak pernah menjadi masalah buat kita. Kamu adalah Cheese lover, aku paling tidak bisa makan keju. Aku paling suka makan coklat, dan kamu hanya akan mengambil kue yang ga ada coklatnya. Kamu sangat suka dengan udang, aku alergi udang. Aku sangat suka makan jeruk, dan kamu selalu bilang "itu terlalu asem". Kalau pesan ayam goreng, kamu akan makan kulitnya yg crispy, karena bagimu itulah yang paling enak. Tapi aku tak akan menyentuh kulitnya dan hanya makan dagingnya, karena menurutku kulit itu tidak sehat. Kalau makan mie ayam, kamu akan fokus pada mie nya, dan aku akan fokus pada sawi nya. Nasi atau cemilan ? Kamu akan menjawab nasi, dan tentu saja aku akan menjawab cemilan.

Sampai disini, apakah ini masalah ? Nyatanya toh kita bahagia.


5 Hal Tentang Aku

Ini bukan tentang baik atau buruk. Ini adalah 5 hal tentang aku yang aku pelajari bersamamu.

1. Lambat dalam mengambil keputusan

Kamu sering berkomentar kalau aku lama dalam mengambil keputusan. Dan aku sadari pun demikian. Tapi aku punya pembelaan. Sebelum bersamamu aku punya prinsip, "let d thing flows", biarkan segala hal mengalir apa adanya. Biar takdir yang membawa kita. Sehingga satu-satunya keputusan yang aku ambil adalah tidak memutuskan apapun.

Aku suka bersepeda, dan aku tak pernah memutuskan akan pergi kemana. Itulah yang kadang membawaku sampai ke Bogor, sampai ke Surabaya, sampai ke Bali, dan bahkan ke Way Kambas.

Tapi saat berkeluarga aku harus mengambil keputusan. Dan itu selalu sulit, bahkan untuk menjawab pertanyaanmu "nanti malem mau makan apa?", aku pun tak pernah memutuskan, dan selalu menjawab "nanti kalo lihat pecel lele pengen, ya beli. kalo lihat bakso pengen, ya beli. kalo ga pengen apa-apa, ya ga usah makan".

Tapi percayalah, aku mencoba. Meskipun lambat.

2. Tidak Konsisten

Kalau kamu terlalu "kaku", maka aku terlalu "fleksibel". Dan itu masalah, jika ingin dipermasalahkan. Tapi aku mengambil sikap, ini komplemen, saling melengkapi.

Sikap fleksibel ku baik, tapi kadang terlalu kebablasan, dan ketika itulah kamu penting buatku. Sikap konsistenmu itu baik, tapi kadang terlalu kaku, dan ketika itulah aku penting buatmu.

3. Cuek

Sebagai seorang pria sudah sewajarnya aku cuek. Apalagi terbiasa hidup sendiri dari SMP. Ke Mall pake kaos ketek, cuek. Ke resto cuma pesen teh anget, cuek. Acara keluarga ngomong nyablak, cuek. Kerja pake sendal jepit, cuek. Dan itu ga pernah menjadi masalah. Hingga aku ketemu kamu, dan itu adalah masalah. Kadang kamu ga masalah, tapi lingkungan kita mempermasahkan.

Tapi cuek bagiku membantu. Dengan cuek, aku tetap bisa bekerja meski tekanan dan masalah datang bersama. Cuek membantuk tetap berbuat baik, meski orang lain memperlakukan kita dengan tidak baik.

4. Sayang Keluarga, terutama anak-anak

Aku sebenarnya ga pernah menilai diriku sendiri demikian. Tapi aku harus berbangga ketika orang-orang menjelek-jelekkan ku di depanmu. Tentang aku yang terlalu cuek lah, tentang aku yang katanya ga peka, tentang aku yang katanya "ndeso", dan lain-lain. Sebenarnya aku fine-fine aja, toh selama ini aku selalu mendeklarasikan diri sebagai  Pejuang Kebodohan. Tapi kamu membelaku dengan berkata, "Tapi mas sayang aku, dan ga pernah sengaja nyakitin aku. Di saat yang sama orang-orang bilang sayang dan peduli, tapi selalu nyakitin. Mas juga sayang banget ke anak-anak, bahkan ga bisa tidur kalau ga liat anak-anak. Sama ponakan juga sayang, sama kayak sayang ke anaknya". Dan karena kamu yang mengatakannya, bisa jadi itu memang demikian. Dan aku patut berbangga atas itu. 

5. Planner

Mungkin sedikit kontradiktif dengan fleksibel, tapi aku memang suka merencanakan sesuatu yang sudah pasti. Tentang keuangan keluarga, tentang karir, strategi menjadi dosen di sela-sela kesibukan, dan tentang banyak hal selalu direncanakan. Meskipun kalau harus ada perubahan di tengah jalan, aku fleksibel. Kalau hasilnya tidak sesuai rencana, pun akan diterima dengan lapang dada.

5 Hal Tentang Kamu

Note : 
5 postingan ke depan adalah postingan pengingat menjalan 5 tahun pernikahan kami.


Ini bukan tentang baik atau buruk. Bukan masalah dan bukan pula untuk dipermasalahkan. Ini adalah tentang hal yang membuat kamu menjadi kamu.

1. Manja

Bagi sebagian orang ini mungkin masalah, tapi bagiku ini adalah berkah. Mungkin bagi orang yang mandiri, sifat manja adalah kekurangan, tapi bagiku yang sudah lelah dengan kemandirian, manja nya kamu adalah anugrah. Aku adalah contoh dari kemandirian, dimana dari SMP sudah terbiasa hidup dan menghadapi masalah sendiri. Tapi di sisi lain hidupku, aku butuh manja kamu sebagai penyeimbang. Dan tak pernah sekalipun aku menganggap manjamu sebagai masalah.

Kita sering berdebat, saling adu argumen, hingga kadang tak sadar suara mengencang dan urat syaraf menegang. Mulai dari masalah agama hingga menentukan takaran beras dan air saat memasak. Tapi sesaat kemudian, tak peduli menang atau kalah argumen, mulutmu tiba-tiba manyun, matamu memanja, dan kamu merangsek minta dipeluk. Maka, seketika aku tak peduli apakah beras itu akan jadi bubur atau nasi.

2. Takut

Takut mencoba hal baru, takut dengan kondisi, hingga takut sama kecoa. Well, aku ga bisa menyalahkanmu, karena memang demikianlah kamu. Aku pun paham kenapa kamu demikian. Justru itu adalah tantangan buatku. Kalau tidak bisa membuatmu berani, maka aku harus menciptakan kondisi agar kamu tak perlu takut lagi.

3. Konsisten

Kadang konsisten mu menyebalkan. Orang bilang kamu "kaku". Kalau sudah tahu sesuatu, maka itu akan menjadi madzab bagimu. Dan kamu adalah penganut madzab yang fanatik. Kalau kita sepakat mau hemat, ya sereceh seribu dua ribu pun akan mati-matian kau jaga. Dan begitu aku bilang, "cuma seribu ini", maka masalah pun dimulai.

Tapi "kekakuanmu" itu pula yang seringkali menyelamatkan kita. Kita sudah punya kesepakatan untuk shodaqoh 10% dari apa yang kita dapat. Dan begitu dapat harus segera dikeluarkan. Aku kadang nego nominal atau mengundur hari. Jika tak ada "kekakuanmu" itu, hampir pasti aku akan diskon shodaqoh. Tapi karena mu, aku tak pernah bisa melakukan itu. 

4. Nurut dan hormat sama suami

Meskipun kita sering berdebat dan di mata orang terlihat "tidak nurut", tapi nyatanya tidak demikian. Kamu tidak akan mengambil keputusan kecuali sudah izin atau sudah didiskusikan denganku. Bahkan ketika aku ngasih kebebasan untuk mengelola uang hasil kerjamu sendiri, kamu pun tetap izin dan diskusi denganku, mulai dari beli sepatu dan baju hingga beli susu. Dan aku mengartikan itu sebagai bentuk penghormatanmu kepadaku, karena tidak semua istri sepertimu.

5. Perasa

Kamu wanita, dan memang begitulah wanita. Tapi perasa mu kadang berlebihan. Suatu hari aku mengecup pipi Sasa dan Sakha sebelum tidur, kamu tidak. Dan kamu kemudian manyun semaleman. Di hari yang lain aku sibuk nonton badminton di TV dan kamu tiba-tiba menutup pintu kamar dan bilang "mas lebih milih badminton". Dan di hari yang lain lagi aku bilang "rambutmu agak kusut" dan raut mukamu berubah dan berkata "jadi aku udah ga cantik lagi?".

Tapi pun kadang aku merasa itu berlebihan, kadang aku pun rindu kau yang demikian. Jadi, tetaplah menjadi dirimu yang seperti itu.


Goals for 2024 !! Bismillah !