Ada kalanya momen-momen terjadi dan menjadi pengingat kerbersamaan kita. Entah momen bahagia, sedih, dan ataupun penuh perjuangan.
1. Curi-curi Kesempatan ke Taman Mini
Ini adalah satu momen sebelum menikah yang layak dikenang. Kita sama sekali awam satu sama lain. Baru kenal beberapa minggu dan dihadapkan pada keputusan "akan" menikah dua bulan ke depan. Jujur, cukup berat. Tapi entah kenapa, waktu itu mengalir saja. Mungkin sudah jalannya, sudah takdirnya.
Aku inget kamu ngambek di malam harinya. Entah karena apa. Dan karena aku tak mau ini berlarut-larut, kita izin kerja dan pergi berdua tanpa tujuan. Lalu sampailah kita di Taman Mini. Tidak berusaha menyelesaikan masalah yang semalem terjadi, tapi hanya bersenang-senang bersama disana. Dan diluar dugaan, aku jadi "mengenal" mu. Dengan sifat-sifat dan karaktermu yang selama ini tertutupi oleh "ingin terlihat sempurna".
2. Dieng dan Yogyakarta
Setelah menikah kamu kebingungan. Diajak ke Bali ga mau, ke Lombok ga mau, ke Belitung ga mau, ke Karimun ga mau. Dan akhirnya dengan nekat saja aku tawarkan Dieng buat kamu. Dengan transportasi dan akomodasi yang "seadanya". Karena memang ga banyak pilihan. Kereta ekonomi sampe Purwokerto, Bus Kaleng sampe Wonosobo, dan mobil elf sampe Dieng. Bawa tas keril alih-alih koper. Nginep di penginepan seadanya, dan bukan hotel. Dan anehnya kamu mau. Dan, di luar dugaanku, kita menikmatinya. Subuh-subuh ke Sikunir, mampir ke Sikidang, foto-foto di Bukit Pandang, makan mie ongklok, dan menenangkan diri di Komplek Candi. Semuanya menyenangkan.
Dan kita ingin mengulangi cerita bahagia itu lagi tiga bulan kemudian di tempat yang menurut kita lebih asyik, Yogya. Tentu dengan akomodasi yang lebih wah, dengan harapan ini akan menjadi lebih indah dari Dieng. Kereta eksekutif, hotel yang "mahal", dan sebagainya. Tapi ternyata kita tidak sebahagia di Dieng. Bahkan kita sempat berseteru panjang saat di Yogya. And see, ternyata bukan masalah uang. Masalahnya adalah perasaan kita berdua.
3. Jajan Sepulang Kerja
Sebelum ada Sasa, jajan sepulang kerja sudah menjadi aktifitas sehari-hari kita. Nyobain tempat makan baru, hunting berbagai jenis mie ramen, sampe muter-muter cari mendoan. Waktu itu terasa biasa saja. Tapi ternyata, setelah punya anak, dan apalagi covid, aktifitas simple itu ternyata cukup ngangenin. Saat ini, kesempatan tak lagi mengizinkan kita untuk jalan berdua saja, menikmati segelas es teh berdua di kala senja.
4. Perjuangan Hamil dan Melahirkan Sasa
Sabrina Azzahra Sakhi, anak pertama kita yang sudah dinantikan hampir setahun. Kita tahu ini adalah sumber kebahagiaan, yang harus dilalui dengan perjuangan. Akan tetapi kita tak pernah menduga bahwa perjuangannya seberat itu. Kata Sabrina sendiri terinsipirasi dari kata "sabar" yang menjadi pengingat kita tentang bagaimana kita harus berjuang dan tentu bersabar saat hamil, melahirkan, dan kemudian merawatnya.
Aku tak akan lupa saat pertama kali periksa ke dokter dengan rona bahagia akan kehadiran seorang anak di rahim mu. Tapi kemudian kebahagiaan itu berubah menjadi kesedihan, karena dokter menyatakan kehamilanmu di luar kandungan dan kemungkinan harus digugurkan. Tapi untung kita berpindah ke dokter Yudianto, sebagai second opinion, dan beliau membesarkan hati kita, dengan mengatakan, "di usia 2 minggu seperti ini belum ada yang bisa dicek. Datang lagi bulan depan". Dan benar saja, setelah sebulan semuanya normal.
Tapi perjuangan tak berhenti. Kamu drop. Tidak mau makan. Defisiensi Vitamin D. AutoImun. HB Drop. Dan setelah melahirkan, kamu mengalami Baby Blues. Semuanya berat. Dan untuk itu kita harus bersabar, demi Sabrina.
5. Perjuangan Hamil dan Melahirkan Sakha
Pun Sakha tak kalah berat. Meskipun tidak sedramatis Sasa, tapi kehamilan Sakha di luar rencana kita. Pun, kamu hamil saat masih harus mengurus Sasa yang baru berumur 2 tahun. Kita sulit menerima nya, tapi tak lama kita pun mengikhlaskannya. Anak adalah anugrah.
Dan tak kalah dengan Sasa, perjuangan saat hamil pun tak kalah beratnya. Kamu tak mau makan. Hanya mau makan jika aku yang nyuapin. Vitamin D rendah, meski tidak sampe AutoImun. Tapi yang berat adalah kamu harus mengalami dua kali pendarahan, harus opname, dan ada opsi untuk dilahirkan lebih cepat. Tapi kamu berjuang semaksimal mungkin agar semua berjalan normal. Dan usahamu berhasil. Sakha lahir dengan sehat pada usia yang seharusnya. Semua ketakutan sirna, semua perjuangan terbayar lunas. Kita memberinya nama Fakih, karena kita lebih paham, bagaimana menghadapi semua ini, lebih paham makna menjadi orang tua, lebih paham bagaimana menerima takdir Tuhan.