::: tunjukilah kami jalan yg lurus [QS 1:6] :::

Ketika aslinya tak seindah fotonya..

    Bukan, ini bukan ngomongin cewek. Mentang-mentang gw jomblo, bukan berarti setiap gw pake kata "indah" dan "foto "itu berasosiasi dengan jomblo dan kenangan masa lalu. Gw ma ga sebegitunya kali terobsesi dengan kenangan masa lalu #tsah. 

    Well, beberapa saat yang lalu gw sempet blogwalking dan nemu post dengan judul seperti yang gw tulis di atas. Isinya, ya, seperti yang digambarkan oleh judulnya. Ketika aslinya tak seindah fotonya. Post ini menceritakan tentang seorang traveller yang sangat tertarik untuk berkunjung ke suatu tempat karena melihat foto-foto dari orang-orang, mendengar cerita yang seru dari orang-orang pula, dan akhirnya berkunjung ke tempat tersebut seperti orang-orang itu pula. Namun yang tidak ia dapatkan adalah penggambaran tentang tempat tersebut yang ternyata tak seindah seperti yang dirasakan oleh orang-orang itu (pula). Dan pas gw baca post ini, kiranya gw merasakan hal yang sama dengan yang ditulis oleh ini orang, dan setuju dengan ini orang untuk tidak setuju dengan orang-orang itu.

    Ya... beberapa kali gw berkunjung ke tempat-tempat yang 'kata' orang-orang indah. Foto-foto yang mereka tampilkan juga terlihat wow. Dan tak jarang (atau sering) mereka menyebut tempat yang mereka kunjungi sebagai 'The Hidden Paradise', 'Surganya Bumi' dan kata-kata hiperbola lain yang sangat mainstream untuk dituliskan. Tapi ketika gw berkesempatan untuk datang dan melihat dengan mata kepala sendiri 'The Hidden Paradise' itu, ternyata hati gw ga begitu bergejolak layaknya seorang yang menemukan surga. Paling-paling cuman bilang, 'Keren sih!'. Tapi keren bukan berarti surga.
   
    Bromo misalnya. Sebelum gw berkesempatan untuk berkunjung ke Bromo, gw cuma bisa ngiler lewat tulisan orang di blog atau forum-forum plus foto yang menampilkan 'wow' nya Bromo. Tapi ketika gw sampe di Bromo dan melihat Bromo dengan mata kepala sendiri, gw cuman bilang, 'Keren sih!'. Tapi ya udah. Gw ga mendapatkan gambaran surga seperti yang mereka ceritakan di blog. Dan gw ga menemukan pemandangan seindah yang ada di foto. Lantas gw mencoba ambil kamera dan foto sana-sini, dan viola, gw mendapatkan gambar surga itu. Yang sebenernya berbeda dengan apa yang gw lihat. Apa yang gw lihat tentang bromo secara utuh, tak seindah apa yang ditangkap kamera gw. Mungkin gw orang yang ga paham keindahan ato apa, tapi itulah yang gw rasakan. Rasanya, gambar di foto selalu lebih indah daripada gambar aslinya. Kalo mau jujur, yang lebih keren menurut gw adalah bagaimana proses menuju Bromo. Gimana gw melakukan perjalanan dari Jakarta ke Surabaya, di Surabaya ketemu temen lama, melakukan perjalanan bareng ke Bromo, ketemu orang-orang baru, hunting foto bareng bule. Menurut gw itu lebih surga daripada 'surga'nya itu sendiri.

(Melakukan perjalanan bareng temen, jauh lebih surga daripada menikmati 'surga' seorang diri)

(di Bromo kalian memang bisa melihat keindahan ini, tapi hanya dari satu spot saja)

    Ato ketika orang-orang pada pamer foto di Bali, di pantai kuta, pantai padang-padang, pantai pandawa, tanah lot, ubud, rasanya semua yang tertampil dalam foto dan cerita mereka begitu mempesona. Namun ketika gw berkesempatan melihat dengan mata kepala sendiri sunset di pantai kuta, rasanya kok sunset di tengah sawah di kampung gw ga kalah indah. Lantas gw ambil kamera untuk mengabadikan momen-momen sunset di Kuta, dan ketika gw lihat, viola, apa yang ada di foto memang terlihat seperti surga. 
(Momen ini hanya bisa ditangkap oleh kamera, dan bukan oleh mata)

    Kalo ada yang nanya, lantas 'yang indah' menurut lo yang kayak apa Co? Gw mungkin bisa bilang bahwa bersepeda di jalan menuju Situbondo jauh lebih indah dari Kuta. Dimana di kanan lo gunung dan persawahan, sementara di kiri lo ga monoton laut, tapi ada bakau, pantai, laut yang tenang, laut yang penuh kapal nelayan, anak-anak berlarian di pantai. Ato ketika gw melakukan Temple Trip di Jogja. Berjalan dari candi satu ke candi lain, tidak hanya mengagumi candinya, tapi juga perjalanannya, kayaknya lebih cocok disebut 'indah' daripada hanya naik bis dan turun di depan Candi Borobudur. Dan biasanya, ini jarang atau bahkan tak pernah terpotret. Ato walopun terpotret biasanya hasilnya tak seindah aslinya.

    Well, itu menurut gw. Mungkin ada dan banyak yang berbeda pendapat, silahkan. Karena keindahan memang bukan monopoli milik pantai, gunung, candi, atau bahkan wanita. Keindahan adalah milik kita semua.

#Note : Maafkeun bila isi mungkin agak ga nyambung sama judulnya. Hehe..

4 comments:

  1. Jangan melihat indahnya terus co, coba dijadiin renungan aja atau melihat dan bersyukur atas apa yg u liat. Walau gak indah tapi tetep wah atas penciptaanya. 🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  2. Ah. saya juga sedang nyari-nyari, apa sih keindahan itu? Nampaknya Mas Condro sudah menapaki keindahan yang berada di atas indrawi/sensual. Karena, mata tidak mungkin bisa melihat setiap ciptaan di sekitar kita sebagai keindahan Al-Qur'an (32: 7).
    Imam Al Ghazali membagi keindahan menjadi beberapa tingkat yaitu, [1} keindahan indrawi dan natsani (sensual) yang disebut juga keindahan lahir, [2]keindahan imajinatif dan emotif, [3]keindahan aqliyah atau rasional, [4]keindahan ruhaniah atau irfani, dan yang terakhir yaitu [5]keindahan ilahiyah atau transendental ( ya.. ini juga saya kopas dari blog lain). Soalnya.... saya mencari-cari : Bagaimana, ketika saya sholat, saya bisa menikmati keindahannya. Ya Allah, tolonglah kami.

    ReplyDelete
    Replies
    1. ya saya setuju Bapak/Ibu/Mas/Mba yg nulis komen. Di sholat ada keindahan lain yang tidak bisa dibandingkan. Biasanya orang akan merasa rendah jika bersujud, tapi ketika sholat malah keindahan dan rasa tenang yang didapat. Rasanya ga perlu yang lain-lain kalo udah ada Allah. Tenang, aman, indah. Tapi untuk dapet sholat yang kayak gitu, bagi pendosa kayak saya, susah banget. Sekali-kali terasa, berkali-kali hilang. Hehe.

      Delete

Goals for 2024 !! Bismillah !