::: tunjukilah kami jalan yg lurus [QS 1:6] :::

Kak Sasa Wisuda Tahfidz dan Drama-dramanya

Minggu kemarin (16/11/2024) Kak Sasa Wisuda Tahfidz Juz 30. It's kind of milestone for her, and also for us. Gw pribadi bangga dan cukup terharu dengan pencapaian ini. Walaupun berusaha sekuat tenaga untuk terlihat "biasa aja" di depan semua orang. Tapi lebih dari itu, sebenernya yang bikin gw lebih terharu lagi adalah ketika ngelihat istriku, mama nya Sasa nangis tipis pas Wisuda. Itu lebih menyentuh.

Gw ceritain kenapa kita berdua bisa se-emosional itu.

1. Kak Sasa mulai ngaji di umur 4 tahun. Waktu mulai ngaji bener-bener dari 0. Ga ada hafalan sedikitpun, belum kenal huruf hijaiyah. Mentok paling ikut sholat jamaah sama ayah mamanya atau dengerin ngaji ayah mamanya. That's all. Dulu kami punya rencana ngebiasain dengerin murottal Al Quran tiap pagi. Niru yang dilakuin oleh keluarga Kakak. Tapi gagal, karena setelah beberapa lama ternyata Kak Sasa ga begitu antusias. Yang ada malah cemberut mulu tiap hari. Karena ga pengen meninggalkan kesan bacaan Quran itu "nyebelin" buat Kak Sasa, akhirnya kami stop. Mungkin bukan ini caranya.

2. Kak Sasa punya sepupu yang emang into banget ke Tahfidz Quran. Sepupu yang gede (Mas Naufal) bahkan kalau ditanya cita-citanya apa? Akan lantang jawab pengen jadi Syeikh. Sementara sepupu yang kecil (Mas Fahri, adiknya Mas Naufal) dikasih kelebihan sama Allah suka dengerin Murottal, suka ngaji, dan cepet menghafal. Dua tiga kali denger bacaan Quran aja langsung hafal. Sementara Kak Sasa, kami tahu, ga sehebat sepupu-sepupunya itu dalam hal menghafal. So, dalam POV yang positif, Kak Sasa akan termotivasi untuk sehebat sepupu-sepupunya. Tapi dalam POV negatif akan tertekan karena harus sehebat mereka. Kami orang tuanya tahu, dan udah sering ngobrol ke Kak Sasa, untuk do the best aja, yang penting berusaha, bla bla bla. Tapi tetep aja, jiwa kompetitifnya itu yang kadang bikin dia stress dan sebel ama dirinya sendiri. "Kenapa aku ga sehebat Mas Fahri ?", begitulah kata yang dulu sering terdengar dari curhatannya Kak Sasa.

3. Karena mungkin bukan 'passion' nya dia, akhirnya setiap kali nambah hafalan atau murojaah, ada aja dramanya. Sampai pada satu titik, mamanya nyerah, karena ga bisa ngelihat Kak Sasa nangis kalo ngaji. Dan yang dulunya kita gantian berdua, sekarang-sekarang ini kebanyakan ngajinya sama Ayah aja. Semua berjalan baik, sampai akhirnya kemarin mau ujian. Ayah mungkin lebih konsisten, tiap abis maghrib ngaji bareng anak-anak. Tapi ayah kalau ngajarin ngaji ga detail. Salah-salah dikit dibiarin, dimaklumin. Lupa satu dua ayat dibantuin dan ga dibenerin, di-skip aja. Target juz 30 selesai sih. Tapi pas murojaah ulang banyak bolongnya, banyak lupanya.

4. Karena faktor itulah, akhirnya mamanya mau turun tangan lagi. Hampir sebulan penuh mamanya mau ngajarin ngaji lagi, buat benerin yang salah-salah dan nambal yang bolong-bolong. Sampai anak dan mamanya nangis-nangis, sampai karena ga tega ayah debat sama mama mulu, ngaji sampai malem, nonton TV minim sekali, dan seterusnya-seterusnya. Tapi akhirnya, kerja keras itu berbuah manis. Ujian lancar. Lulus dengan catatan minim, Dan Kak Sasa lulus sebagai wisudawan termuda, 6 tahun. Good job !

(Kak Sasa dan Mas Fahri bersama Kak Lutfia, Guru Ngajinya)

Kami berdua selalu bilang sama anak-anak, Kak Sasa dan Fakih, bahwa semua orang itu punya kelebihan masing-masing. Mas Fahri (sepupu yang tadi) dikasih kelebihan "mudah menghafal, susah lupa. Ingatannya kuat", Anbiya (temen TK-nya) diberi kelebihan "pinter menggambar". Sementara itu kita (Ayah, Mama, Kak Sasa, dan Fakih) tidak punya kelebihan itu. Tapi sama Allah diberi kelebihan :
"punya mimpi, selalu berusaha, bertanggung jawab, dan tidak mudah menyerah".
Itu juga kelebihan, karena tidak semua orang punya. 

Satu-satunya PR dari anak-anak Ayah dan Mama adalah mengelola emosi. Suka sebel sendiri, nangis,  kalau ga bisa-bisa. Tapi disuruh berhenti atau istirahat dulu juga ga mau, karena masih harus berusaha dan harus bisa. Bagi mereka, "pokoknya kalau belum selesai atau belum bisa, ya jangan berhenti".  Itu sekarang yang jadi PR buat ayah dan mama. Gimana ngajarin anak-anak untuk bisa mengelola emosi dan berkata "cukup untuk hari ini".

Well, apapun itu, sekali lagi selamat buat Kak Sasa. Selamat buat mamanya Sasa. Ini adalah kemenangan dan keberhasilan kalian berdua. Good Job !

Selamat juga Mas Fahri dan Mas Naufal. Keren! Dan tak lupa terima kasih buat guru-guru di TPQ Azzahra (Bu Zahra, Kak Lutfia, dan guru-guru lainnya). Terima kasih Uti, Bunda, Bude, Pakdhe  yang sering direpotin.